Awas..!!! Propaganda "Madzhab Ahlul Bait" Klan Ba'alwi
Di dalam Qanun Asasi Nahdlatul Ulama Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari berpesan, “Ini adalah jam’iyyah yang lurus, bersifat memperbaiki dan menyantuni. Ia manis terasa di mulut orang-orang yang baik dan bengkal di tenggorokan orang-orang yang tidak baik. Dalam hal ini hendaklah anda sekalian saling mengingatkan dengan kerjasama yang baik, dengan petunjuk yang memuaskan dan ajakan memikat serta hujjah yang tak terbantah. Sampaikan secara terang-terangan apa yang diperintahkan Allah kepadamu, agar bid’ah-bid’ah terberantas dari semua orang. Rasulullah SAW bersabda, “Apabila fitnah-fitnah dan bid’ah-bid’ah muncul dan sahabat-sahabatku di caci maki, maka hendaklah orang-orang alim menampilkan ilmunya. Barang siapa tidak berbuat begitu, maka dia akan terkena laknat Allah, laknat Malaikat dan semua orang.” (Qonun Asasi Nahdatul Ulama).
Di dalam kitab Risalah Ahlussunah Wal Jamaah yang ditulis oleh KH Muhammad Hasyim Asy’ari dengan tegas menyatakan bahwa hendaknya bagi seluruh umat Islam di Indonesia mewaspadai beberapa aliran sempalan seperti Mujasimah dan Syiah.
Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari berkata, “Ada juga kelompok Rafidzah yang selalu mencela Abu Bakar dan Umar R.A. dan lainnya. Tetapi fanatik kepada sahabat Ali bin Abi Thalib dan Ahli Bayt R.A. Berkata Sayid Muhammad dalam kitab Syarah Qamus, bahwa sebagian kaum Rafidzah ada yang menjadi kafir, semoga Allah menjauhkan kita darinya. Kemudian beliau menyitir pendapat Imam Qadhi Iyadh yang berkata di dalam kitab “Syifa”, bahwa Nabi SAW bersabda, “Takutlah kepada Allah (untuk mencela) para sahabatku, janganlah kalian mencela sahabatku sepeninggalku. Barangsiapa mencintai mereka maka aku mencintainya dengan sepenuh cintaku, barangsiapa membenci mereka maka aku akan membencinya dengan kebencianku. Barangsiapa mencela mereka, sama dengan mencelaku. Barangsiapa mencelaku sama dengan mencela Allah. Barang siapa mencela Allah maka Allah akan menyiksanya.” (HR: Tirmidzi, Ahmad). Dst..."
Sebagaimana sudah menjadi tradisi di kalangan Syiah, peringatan ‘Asyura diisi dengan ritual pengkultusan Husein bin Ali r.a dan Ahlul Bait. Dalam ceramah-ceramah, da’i Syiah memberi pesan tentang keutamaan Ahlul Bait. Namun, yang disampaikan sejatinya lebih tepat disebut pengkultusan berlebihan terhadap Ahlul Bait. Ahlul Bait menjadi icon Syiah, dan belakangan menyebut-nyebut sebagai “madzhab Ahlul Bait”.
Sejauh ini, belum ada catatan sejak kapan tepatnya Syiah (Imamiyah) mendeklarasikan sebagai madzhab Ahlul Bait. Tapi sebutan ini sudah cukup populer. Katanya ada Ormas Syiah menggunakan sebutan ini, yaitu ABI (Ahlul Bait Indonesia) yang ketua umumnya adalah Habib Zahir Bin Yahya.
Bagi Syiah, Ahlul Bait (keluarga Nabi SAW) dijadikan icon utama. Dalam hadits, Syiah hanya menerima jalur periwayatan yang hanya ditransmisikan oleh Ahlul Bait. Di luar Ahlul Bait jalurnya ‘ditutup’. Tapi bisa diterima jika isi hadisnya mendukung keutamaan Ahlul Bait. Akibatnya, Syiah menolak mayoritas hadits yang beredar di kalangan kaum Muslimin (Ahlus Sunnah wal Jama’ah).
Berbeda dengan Ahlus Sunnah, semua hadits diterima baik diriwayatkan oleh Ahlul Bait atau bukan asalkan memenuhi syarat-syarat keabsahan hadits dan perawinya. Ahlus Sunnah juga mencitai Ahlul Biat. Mereka mencintai Ahlul Bait berdasarkan tuntunan al-Qur’an dan al-Sunnah, bukan atas dasar fanatisme. Ahlul Bait merupakan orang-orang baik, tapi mereka manusia biasa, tidak ma’shum.
Dalam keyakinan Sunni, Ahlul Bait itu adalah satu kesatuan rumah tangga Rasulullah SAW yang terdiri dari bapak, ibu, mertua, anak, menantu dan para cucu. Namun Syiah menyempitkan anggota Ahlul Bait, terbatas Fatimah, Ali dan keturunannya. Abu Bakar yang menjadi mertua Nabi SAW didiskualifikasi. Ustman bin Affan yang menjadi menantu Nabi SAW dua kali dibenci dikeluarkan dari anggota keluarga besar rumah tangga Rasulullah SAW.
Pendiskualifikasian dan penyempitan makna oleh Syiah awalnya didasarkan oleh ideologi kebencian, yang termakan propaganda palsu Abdullah bin Saba’ bahwa ada sengketa politik bahwa sahabat (termasuk Abu Bakar, Umar dan Ustman) memusuhi Ahlul Bait.
Ayatullah Khomeini, pemimpin besar revolusi Iran, dalam bukunya Kasf al-Asrar menulis dongeng tentang Abu Bakar. Bahwa ambisi Abu Bakar untuk berkuasa sudah tertanam sebelum Abu Bakar masuk Islam. Dikisahkan, Abu Bakar masuk Islam atas petunjuk seorang dukun. Si Dukun menganjurkan Abu Bakar untuk masuk Islam, mengikuti Nabi SAW, dan setelah Nabi SAW wafat Abu Bakar bisa langsung menggantikan kekuasaan. Cerita palsu ini kemudian menjadi landasan ideologis.
Padahal faktanya tidak ada permusuhan atau sengketa apapun antara sahabat dan Ahlul Bait. Ali bin Abi Thalib pernah berwasiat kepada anak keturunannya agar menjaga hak-hak sahabat. Sebab hal itu telah dipesankan oleh Nabi SAW (Ibn Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah).
Dalam satu pidatonya, Ali r.a mengingatkan, “Saya sudah lihat sendiri sahabat-sahabat Rasulullah SAW. Tidak seorangpun dari kalian yang dapat menyamai keutamaan mereka”. Nasihat-nasihat Ali r.a ini cukup banyak ditulis dalam buku-buku sejarah. Sama sekali tidak ditemukan cercaan terhadap sahabat, justru yang banyak adalah pesan keutamaan sahabat.
Imam Ja’far al-Shadiq ketika membicarakan keutamaan Abu Bakar r.a beliau berkata, “Di samping saya mengharap syafa’at dari Ali, saya juga mengharap syafa’at dari Abu Bakar” (riwayat al-Daraqutni).
Imam Ja’far pernah mengatakan, “Aku dilahirkan oleh Abu Bakar dua kali” (Ahmad bin Zain al-Habsyi,Syarhul ‘Ainiyah, 22). Ketika ia masih hidup, nama beliau (Ja’far) pernah dibajak oleh orang-orang Syiah. Syiah membuat fitnah bahwa Ja’far berlepas diri dari Syaikhoni (Abu Bakar dan Umar). Sontak ia marah. Beliau mengatakan, “Allah berlepas dari mereka (orang-orang Syiah). Demi Allah, sesungguhnya aku berharap Allah memberiku manfaat berkat hubungan kekerabatku dengan Abu Bakar” (Abdullah bin Syekh al-Aidarus,Al-Iqdun Nabawi, 230).
Pernyataan Ja’far al-Shadiq ini menunjukkan bahwa antara dia beserta nasab-nasabnya mengakui Abu Bakar sebagai kerabat (Ahlul Bait). Keturunan Ja’far juga berkeyakinan sama. Ini menunjukkan, bahwa Ja’far, yang diagungkan oleh Syiah sebagai imam, tidak menyempitkan makna Ahlul Bait. Definisi ini sama dengan keyakinan Ahlus Sunnah dari dulu hingga kini.
Definisi ini lebih masuk akal, sebab pendapat ini berdiri secara adil. Tanpa ada cacian, pilih-pilih sahabat. Yang dikedepankan Ahlus Sunnah adalah metodologi, bukan doktrin mitologi.
Ja’far al-Shadiq memang bukanlah berakidah Syiah, tapi beliau adalah imam besar kaum Ahlus Sunnah. Jadi sesungghunya pendahulu dan pembesar Ahlul Bait berakidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, bukan Syiah.
Syeikh Yusuf al-Nabhani dalam Sywahidu al-Haq mengatakan bahwa para Ahlul Bait dan keturunannya berakidah Ahlus Sunnah mencintai sahabat dan mayoritas bermadzhab Syafi’i.
Sejatinya madzhab Ahlul Bait itu tidak ada. Yang ada adalah madzhabnya Ahlul Bait (madzhab yang dianut oleh Ahlul Bait). Syiah tidak tepat disebut madzhab Ahlul Bait sebab, ternyata Ahlul Bait sendiri mencela Syiah karena akidahnya yang mencaci sahabat Nabi SAW.
Belakangan Syiah tampil lebih pede dengan nama “madzhab Ahlul Bait” daripada dengan nama Syiah Imamiyah. MUI Jawa Timur telah mengkaji bahwa nama madzhab Ahlul Bait itu bagian dari propaganda Syiah untuk menarik simpati. Tertulis dalam fatwa MUI Jatim yang terbit Januari 2012 lalu, bahwa nama Ahlul Bait dibajak Syiah. Tujuannya untuk kepentingan kampanye ideologis.
Waspadalah....
Komentar
Posting Komentar